Rabu, 04 November 2015

Teks Tanggapan Kritis: Jalur Satu Arah di Lingkar Universitas Brawijaya

Standard
Jalur Satu Arah di Lingkar Universitas Brawijaya

            Kemacetan lalu lintas di Kota Malang sudah merupakan masalah umum yang sudah lama terjadi. Meskipun berbagai program telah direalisasikan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas, program-program tersebut telah terbukti gagal. Terus gagalnya berbagai program yang dilakukan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas terus dicarikan jalan keluar oleh pemerintah kota Malang. Salah satu solusi yang dua tahun menjadi kontroversi adalah penerapan jalur satu arah di lingkar Universitas Brawijaya yang kini akan diterapkan kembali meskipun menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
            Meskipun tidak separah Kota Jakarta, kemacetan lalu lintas  di Kota Malang sudah cukup mengganggu aktivitas masyarakat di luar ruangan. Bahkan, kemacetan tersebut kini dianggap sebagai pemandangan sangat biasa yang terjadi di kota ini. Pemerintah berupaya menangani masalah kemacetan lalu lintas  dengan menerapkan kebijakan jalur satu arah. Penerapan yang cukup kontroversial diberlakukan pada blok Universitas Brawijaya dengan jalan D.I Panjaitan yang diterapkan kembali. Penerapan jalur satu arah ini digagas Wali Kota Malang, Moch. Anton untuk mengurai kemacetan dan mengurangi beban di jembatan Soekarno-Hatta.
            Banyak pendapat yang memperkuat bahwa jalur satu arah di lingkar UNIBRAW (Universitas Brawijaya) tidak perlu direalisasikan. Pasalnya, dengan diberlakukannya jalur satu arah ini mengakibatkan jarak tempuh yang dulunya dekat sekarang menjadi jauh, waktu yang terbuang lebih banyak dari sebelumnya, serta bahan bakar yang lebih cepat habis karena jarak tempuh yang cukup jauh. Kebijakan jalur satu arah dinilai tidak mengurangi kemacetan, tetapi membagi rata volume kendaraan di seluruh jalan sehingga lebih banyak menimbulkan kemacetan dimana-mana dan dianggap bukan solusi yang tepat karena dianggap merugikan masyarakat. Juga, para pedagang di sepanjang jalur satu arah mengklaim bahwa dengan diterapkannya kebijakan satu arah menyebabkan usaha mereka tidak laku karena sepi tidak ada pelanggan.
            Menurut data dari Surya Malang, Jumat (16/10/2015) menunjukkan ada sekitar lima spanduk yang kembali dipasang warga di pinggir jalan. Spanduk itu bertuliskan penolakan dan kegelisahan warga berkaitan dengan diterapkannya jalur satu arah ini. Hal ini menunjukkan bahwa warga menginginkan jalur di kawasan tersebut dikembalikan (dua arah) seperti semula  dan “Jalur Satu Arah Mendukung CURANMOR”, yang menunjukkan bahwa dengan adanya jalur satu arah menyebabkan tindak kriminal curanmor semakin menjadi-jadi karena faktor kelancaran dalam berkendara (dapat kebut-kebutan).
            Kaum minoritas menghibur diri bahwa jalur satu arah ini cocok dilakukan untuk mengatasi kemacetan di lingkar Universitas Brawijaya sebagai salah satu titik kemacetan. Jika memang jalur satu arah bukan solusi untuk mengatasi kemacetan, pemerintah setempat pasti akan mengkaji ulang aturan yang mereka buat. Karena, disetiap kebijakan yang dibuat, mungkin akan ada kebaikan yang dihasilkan. Keluhan-keluhan dari masyarakat tentunya juga sudah ditampung oleh pemerintah kota untuk disampaikan kepada walikota Malang. Tentunya pemerintah masih terus mengkaji dan memikirkan efeknya jika memang peraturan tersebut benar-benar sudah dilaksanakan sepenuhnya.
                Dengan demikian, kebijakan jalur satu arah di lingkar Universitas Brawijaya dapat disebut sebagai suatu kebijakan yang bagus, tetapi kurang diterima masyarakat karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah sendiri. Kebijakan ini seharusnya menggandeng pihak-pihak yang lain, yaitu pemerintah kota batu dan pemerintah kabupaten Malang karena memang di jalur tersebut adalah jalur yang strategis sehingga banyak dilalui orang dari berbagai kota.

Diolah dari sumber : http://www.suryamalang.com