Jalur Satu Arah di Lingkar Universitas
Brawijaya

Kemacetan
lalu lintas di Kota Malang sudah merupakan masalah umum yang sudah lama
terjadi. Meskipun berbagai program telah direalisasikan untuk mengatasi kemacetan
lalu lintas, program-program tersebut telah terbukti gagal. Terus gagalnya
berbagai program yang dilakukan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas terus
dicarikan jalan keluar oleh pemerintah kota Malang. Salah satu solusi yang dua
tahun menjadi kontroversi adalah penerapan jalur satu arah di lingkar
Universitas Brawijaya yang kini akan diterapkan kembali meskipun menimbulkan
pro dan kontra di masyarakat.
Meskipun
tidak separah Kota Jakarta, kemacetan lalu lintas di Kota Malang sudah cukup mengganggu
aktivitas masyarakat di luar ruangan. Bahkan, kemacetan tersebut kini dianggap
sebagai pemandangan sangat biasa yang terjadi di kota ini. Pemerintah berupaya
menangani masalah kemacetan lalu lintas dengan menerapkan kebijakan jalur satu arah. Penerapan
yang cukup kontroversial diberlakukan pada blok Universitas Brawijaya dengan
jalan D.I Panjaitan yang diterapkan kembali. Penerapan jalur satu arah ini
digagas Wali Kota Malang, Moch. Anton untuk mengurai kemacetan dan mengurangi
beban di jembatan Soekarno-Hatta.
Banyak
pendapat yang memperkuat bahwa jalur satu arah di lingkar UNIBRAW (Universitas
Brawijaya) tidak perlu direalisasikan. Pasalnya, dengan diberlakukannya jalur
satu arah ini mengakibatkan jarak tempuh yang dulunya dekat sekarang menjadi
jauh, waktu yang terbuang lebih banyak dari sebelumnya, serta bahan bakar yang
lebih cepat habis karena jarak tempuh yang cukup jauh. Kebijakan jalur satu
arah dinilai tidak mengurangi kemacetan, tetapi membagi rata volume kendaraan
di seluruh jalan sehingga lebih banyak menimbulkan kemacetan dimana-mana dan
dianggap bukan solusi yang tepat karena dianggap merugikan masyarakat. Juga,
para pedagang di sepanjang jalur satu arah mengklaim bahwa dengan diterapkannya
kebijakan satu arah menyebabkan usaha mereka tidak laku karena sepi tidak ada
pelanggan.
Menurut data dari Surya Malang, Jumat (16/10/2015) menunjukkan ada sekitar lima spanduk
yang kembali dipasang warga di pinggir jalan. Spanduk itu bertuliskan penolakan
dan kegelisahan warga berkaitan dengan diterapkannya jalur satu arah ini. Hal
ini menunjukkan bahwa warga menginginkan jalur di kawasan tersebut dikembalikan
(dua arah) seperti semula dan “Jalur
Satu Arah Mendukung CURANMOR”, yang menunjukkan bahwa dengan adanya jalur satu
arah menyebabkan tindak kriminal curanmor semakin menjadi-jadi karena faktor
kelancaran dalam berkendara (dapat kebut-kebutan).
Kaum
minoritas menghibur diri bahwa jalur satu arah ini cocok dilakukan untuk mengatasi
kemacetan di lingkar Universitas Brawijaya sebagai salah satu titik kemacetan.
Jika memang jalur satu arah bukan solusi untuk mengatasi kemacetan, pemerintah
setempat pasti akan mengkaji ulang aturan yang mereka buat. Karena, disetiap
kebijakan yang dibuat, mungkin akan ada kebaikan yang dihasilkan.
Keluhan-keluhan dari masyarakat tentunya juga sudah ditampung oleh pemerintah
kota untuk disampaikan kepada walikota Malang. Tentunya pemerintah masih terus
mengkaji dan memikirkan efeknya jika memang peraturan tersebut benar-benar
sudah dilaksanakan sepenuhnya.
Dengan
demikian, kebijakan jalur satu arah di lingkar Universitas Brawijaya dapat
disebut sebagai suatu kebijakan yang bagus, tetapi
kurang diterima masyarakat karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah
sendiri. Kebijakan ini seharusnya menggandeng pihak-pihak yang lain, yaitu
pemerintah kota batu dan pemerintah kabupaten Malang karena memang di jalur
tersebut adalah jalur yang strategis sehingga banyak dilalui orang dari
berbagai kota.
Diolah dari sumber :
http://www.suryamalang.com






%2BUjian%2BNasional%2BSMP%2BSMA%2BSMK%2BMTS%2BMA%2B2015-2016.jpg)
